Dibawah adalah grafik penerimaan negara dari sektor migas yang disandingkan dengan cost recovery untuk memperoleh migas tersebut dan grafik produksi migas Indonesia disandingkan dengan Indonesia Crude Price (ICP).
Source: Data Pokok APBN & Statistik Migas KESDM |
Source: Data Pokok APBN & Statistik Migas KESDM |
Diperlihatkan pada grafik 1, penerimaan migas mengalami tren penurunan dari tahun 2006 hingga 2011. Hal ini berlawan dengan apa yang terjadi pada tingkat produksi dan harga di grafik 2. Meskipun terjadi fluktuasi tingkat produksi migas dan harga, tren yang terjadi adalah peningkatan dari tahun 2006 hingga 2011.
Penyebab dari kontrasnya penerimaan dengan produksi dan harga adalah meningkatnya Cost Recovery untuk memperoleh minyak dan gas tersebut. Karakteristik dari sumur-sumur migas di Indonesia adalah sumur-sumur tua yang sudah memasuki fase Low Pressure. Dalam dunia migas, semakin tua sumur, semakin tinggi biaya yang dibutuhkan untuk mempertahankan tingkat produksi.
Lalu, seberapa besar kontribusi penerimaan migas ini terhadap keuangan negara?
Dibawah ini adalah grafik tingkat kontribusi penerimaan migas terhadap total penerimaan negara (baik dari pajak dan non pajak).
Source: Data Pokok APBN 2005-2011 |
Sejalan dengan penurunan penerimaan migas, kontribusi migas pada penerimaan negara juga mengalami penurunan. Tren penurunan kontribusi malah lebih besar dari penurunan penerimaan migas (slope garis tren kontribusi yang lebih curam daripada tren penerimaan). Hal ini juga disebabkan karena meningkatnya penerimaan negara dari sektor perpajakan dan non pajak-non migas.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa kondisi diatas adalah untuk menjaga tingkat kontribusi migas, tingkat Cost Recovery harus dijaga seefisien mungkin. Tantangan yang dihadapi BPMIGAS beserta para kontraktor kerja sama asing kedepan adalah semakin berat, berusaha untuk menjaga level produksi dan juga menjaga tingkat efisiensi dari Cost Recovery.
No comments:
Post a Comment