Monday, August 1, 2011

The New Face of Terorism

Saya ingin menulis hal yang agak sensitif malam ini. Malam kedua di Bulan Suci Ramadhan.

Kali ini berhubungan dengan agama dan keyakinan.

Sudah setahun saya memutuskan diri untuk tidak memeluk agama. Saya tetap percaya Tuhan. Sebut saja saya seorang Agnostik.

Beberapa minggu yang lalu dunia dikejutkan oleh teror yang terjadi di Norwegia. Seorang pemuda ektrimis ultra kanan, Anders Behring Breivik, membunuh 97 orang dengan meledakan bom dan senapan otomatis. Breivik berpendapat bahwa Norwegia harus bersih dari orang-orang Muslim. Norwegia dimaksudkannya hanya untuk orang Norwegia saja dan umat Kristiani.

Pikirian dunia pun terbuka atas bentuk baru terorisme. Selama ini citra teroris lekat dengan pria bersorban, berhidung mancung, mata coklat, dan berjanggut lebat. Sekarang terorisme memilik bentuk baru, pria berkulit putih, berambut pirang, dan berpakaian rapi.

Terorisme dan kekerasan tidak pernah diajarkan oleh suatu agama dan keyakinan, tapi ia bisa menjadi efek samping dari agama dan keyakinan. Manifestasi ajaran agama yang dimaksudkan untuk kebaikan manusia malah berubah menjadi suatu hal yang berbahaya bagi umat. Apakah ini salah agama? menurut saya bukan, tapi ini adalah kesalahan dari sempitnya pola pikir pemeluk agama.

Setiap agama berhak untuk berpendapat bahwa agamanya lah yang paling benar. Silahkan saja. Kebetulan saya berpendapat semua agama adalah baik dan benar, bahkan tidak beragama pun tidak apa-apa. Asalkan manifestasi kita sebagai seorang manusia adalah berbuat baik bagi manusia lain dan semesta. Toh banyak jalan menuju kebenaran dan kebaikan. Ini bukan masalah mana yang paling benar, tapi ini adalah masalah cocok-cocokan. Ajaran apa yang paling cocok dengan kita, itulah yang kita ambil.

Saya tidak tahu asal-muasal darimana pemikiran ekstrimisme ini muncul. Apakah ini muncul dari perasaaan menjaga kemurnian, takut bersaing, atau takut kalah pemikiran yang lain? Tidak tahu. Saya tidak mengerti kenapa harus sampai mengorbankan orang lain. Okelah kalau memiliki pemikiran yang ekstrim. But please, simpan saja di dalam pikiranmu, jangan pernah merealisasikan pemikiran yang akhirnya dapat merugikan orang lain tersebut.

Dunia memasuki era globalisasi, dimana keterbukaan dan konektivitas adalah hal yang tidak dapat dihindari oleh negara manapun di dunia. Konektivitas entah bagaimana akan memaksa setiap negara, setiap bangsa di dunia ini untuk terbuka dengan bangsa yang lain. Budaya, pemikiran, dan keyakinan baru akan masuk. Multikulturalisme dan pluralisme akan berkembang di setiap negara. Saya sangat meyakini pemikiran ekstrim atas suatu keyakinan secara perlahan akan terkikis sejalan terbukanya setiap negara. Siapa yang akan bertahan? bukan paham ekstrim dan tertutup, melainkan paham-paham yang terbuka menerima perbedaan dan perubahan yang akan bertahan.

Tetap saja, paham ekstrimis akan menjadi ancaman bagi dunia dan bagi kemanusiaan. Tugas kitalah sebagai manusia-manusia berpikiran manusiawi dan terbuka untuk mencegahnya. :)

Salam damai di Bulan Suci ini.

No comments:

Post a Comment